Saturday, November 11, 2006

Mennonitika Selayang Pandang (1)

MENNONITIKA SELAYANG PANDANG (I)



I. DEFINISI

A. Sufiks “-tika” (Inggris, -tics), seperti dalam matematika, hermeneutika, adalah ilmu (sains) yang mengkaji secara khusus mengenai sesuatu. Jadi, “Mennonitika” adalah bidang keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan mengenai Mennonite.

B. Mennonite adalah salah satu cabang dari gerakan Anabaptis, yang muncul pada abad ke-15 dan 16. Dinamai Mennonite menurut restitutor utamanya, Menno Simons. Untuk mengenal dan mengkaji Mennonite, kita harus meneliti Anabaptisme sebagai induk yang membidaninya.

II. PENDAHULUAN

A. Kaum Anabaptis merupakan orang-orang yang melepaskan diri dari tradisi Kekristenan arus utama, baik Katolik Roma maupun Reformasi. Slogan yang tepat untuk menamai gerakan ini adalah neither Protestant nor Catholic, bukan Protestan ataupun Katolik.

B. Kaum Anabaptis menolak baptisan bayi dan percaya bahwa gereja yang kelihatan, sebagai persekutuan nyata orang-orang percaya hanya terdiri dari orang-orang yang diselamatkan dan dibaptiskan sebagai orang-orang percaya. Pada zaman dulu, mereka mengharuskan agar seseorang yang telah dibaptis bayi harus kembali dibaptiskan kembali menurut pengakuan mereka kepada Kristus.

C. Prefiks ana- yang berarti “lagi atau “kembali” dan kata Yunani baptismos, “baptis” menjadi kata “Anabaptis”—meskipun bukan pilihan kata dari tokoh-tokoh gerakan Anabaptis tetapi istilah yang diatributkan khususnya oleh pengikut Zwingli dan Luther—pada akhirnya menandai orang-orang yang dibaptiskan ulang itu. Kaum ini lebih suka disebut sebagai “Saudara-saudara” (Brethren) atau “Persekutuan Kaum Patuh” (The Company of the Committed).

D. Gerakan Anabaptis secara resmi mulai pada sekitar tahun 1522 di Zurich, Switzerland, yaitu manakala ada orang-orang yang menghendaki agar Reformasi dijalankan lebih cepat lagi dan berpola sesuai dengan gereja di Perjanjian Baru, dan harus lebih cepat daripada yang sudah dilakukan oleh Ulrich Zwingli. Maka kemudian, terjadilah perpisahan antara Zwingli dan para pembaru yang semula kebanyakan adalah murid-muridnya sendiri.[1]

E. Sangat sulit untuk mengklasifikasikan kaum Anabaptis dalam satu kelompok iman, sebab nyatanya terdapat begitu beragam perbedaan di antara mereka. Beberapa orang termasuk kaum fanatik dan bidat yang mengolok-olok perjuangan para reformator arus utama. Kelompok lain tidak seekstrem kelompok di atas. Beberapa orang memeluk paham panteisme (Allah dan dunia ini sama), beberapa lagi mistis-esoteris (menonjolkan hal ikhwal dunia rohani), beberapa orang anti-Trinitas, beberapa lagi kaum milenialis ekstrem (memperjuangkan Kerajaan Allah dengan mengangkat senjata), sedangkan yang lain cukup biblis (alkitabiah) dalam teologi mereka.

F. Pada dekade 1940-1950 beberapa ahli mengupayakan “pemulihan visi Anabaptisme,” dipicu oleh Harold S. Bender, dan diikuti oleh teolog-teolog seperti John Christian Wenger, Leonard Verduin dan John Howard Yoder. Kelompok ini, yang diberi istilah the Bender School mengupayakan teologi Anabaptis-Mennonite yang utuh dan memulihkan penafsiran yang melenceng tentang Anabaptis. Namun dalam dekade-dekade berikutnya, muncul mazhab kedua yaitu the Revisionist School yang berfokus lebih kepada kepelbagaian dan natur yang multilapis dari gerakan Anabaptis, mengacu kepada pemikiran tokoh-tokoh utamanya di abad ke-16 (Hoffman, Munster, Hut, Hubmaier), asal muasal, kondisi sosial dan konteks religi dalam perjuangan kelas, pantang kekerasan, paham akhir zaman yang sudah dekat, pendahulu-pendahulu di abad pertengahan, pengaruh Erasmus dan kaum humanis, peran perempuan, dsb. Teolog-teolog dalam mazhab ini misalnya: Walter Klaassen, C. Arnold Snyder.[2]

G. Sebagian besar kaum Anabaptis adalah orang-orang yang spiritual, yang membaktikan diri mereka secara total. Mereka adalah orang-orang yang menyediakan waktu khusus untuk mempelajari kitab-kitab suci, dan berkesimpulan bahwa para reformator tidak memurnikan gereja dengan segera ataupun tidak secara tepat menerapkan prinsip-prinsip yang diajarkan dalam Perjanjian Baru.

H. Kaum Anabaptis mungkin adalah yang paling sedikit dikenal dalam sejarah Reformasi dan paling teraniaya dari semua gerakan pada zaman Reformasi. Katolik, Lutheran dan Calvinis dengan keras melawan mereka.


III. PEMIMPIN-PEMIMPIN UTAMA GERAKAN ANABAPTIS[3]

A. Pendahuluan. Secara keseluruhan, gerakan Anabaptis berpusatkan pada orang-orang yang menginginkan berdirinya Gereja Kristen Perjanjian Baru yang bersahaja dan sederhana. Dalam pada itu, ternyata didapati bahwa dalam gerakan ini terdapat pemimpin-pemimpin yang merupakan orang-orang cukup ternama serta terpelajar.

B. Conrad Grebel. Grebel adalah seorang anggota terpandang gereja Zurich. Ia telah dididik di bawah pengajaran yang ketat dari Ulrich Zwingli, dan dengan sebulat hati menyetujui tulisan Zwingli mengenai reformasi, serta pola-pola pembaruannya. Namun, ia segera dikecewakan dengan Zwingli dan Luther oleh sebab ia merasa gereja tidak sedang dibarui menurut garis Perjanjian Baru. Pada Januari 1525, seorang imam yang bernama Georg Blaurock meminta Grebel untuk membaptiskannya kembali, meskipun ia sudah dibaptis pada masa kanak-kanak. Grebel memenuhinya. Kemudian setelah itu, Blaurock membaptis ulang yang lain pula. Maka, kita boleh mengatakan bahwa gerakan Anabaptis dimulai oleh Conrad Grebel.

C. Balthasar Hubmaier. Hubmaier adalah seorang yang mendapatkan pendidikan yang baik pada zamannya, sebab ia dapat meraih doktorat dalam bidang teologi dari Universitas Ingolstadt. Ia adalah seorang imam, dan pada saat menggembalakan di Walshut, suatu perubahan besar terjadi atas dirinya manakala ia mempelajari Perjanjian Baru. Ia menemukan banyak hal yang selama ini ia kerjakan ternyata bertentangan dengan Alkitab, dan ia kemudian mulai mengkhotbahkan pembaruan. Nurani Hubmaier mulai terusik ketika ia sampai kepada pengajaran mengenai baptisan, pemurnian gereja, kelahiran baru, pemuridan, dan penginjilan. Hubmaier membaptis ulang seluruh jemaatnya yang berjumlah 300 orang, dan gereja tersebut segera mengumumkan putus hubungan dengan Katolik Roma. Ia sangat menyukai khotbah-khotbah penginjilan, dan pergi ke Moravia, dan di sana ribuan orang menjadi percaya. Hubmaier mungkin merupakan satu dari sekian pemimpin Anabaptis yang mempercayai pemilihan dan predestinasi (walau dalam versi yang berbeda dengan Augustinus, Luther dan Calvin). Ia meninggal sebagai martir pada tahun 1527, dan dua tahun kemudian istrinya ditangkap dan ditenggelamkan ke dalam sungai.

D. Jacob Hutter. Hutter adalah seorang saleh dan rohani yang berkhotbah di Austria, Moravia dan Polandia hingga kemartirannya pada tahun 1536. Ia mendirikan suatu kelompok yang dinamakan Kaum Hutterit.

E. Menno Simons (1496-1561). Simons adalah seseorang yang sederhana dan tinggal dalam keadaan hidup yang susah. Seorang imam di salah satu gereja Katolik Roma di Pingjum, Belanda, dekat Witmarsum. Ia diteguhkan sebagai imam di Utrecht. Ia dengan rela hati menanggalkan keimamannya pada tahun 1536, dengan berani menyatakan bahwa ia tak mungkin dapat tinggal lebih lama sebagai seorang imam Katolik. Ia merasa bahwa baik Katolik maupun Protestan telah mengerjakan hal yang penting bagi kehidupan rohani seseorang. Yang terjadi adalah mengerjakan hal-hal yang tampak luarnya saja dan kemunafikan. Ia melawan fanatisisme pada eranya, dan tidak dapat mengerti mengapa orang-orang Kristen saling menganiaya. Ia banyak berjuang bagi terwujudnya pemuridan yang sejati dan kehidupan yang kudus, dan sungguh-sungguh percaya bahwa orang-orang Kristen yang bersungguh-sungguh pasti akan mengalami penganiayaan dari dunia. Para pengikut ajaran Menno Simons ini kemudian dinamakan kaum Mennonite, dan selanjutnya perkembangan mereka sampai ke Rusia, Amerika Serikat, Canada, India dan Indonesia, dan masih banyak lagi. Orang-orang Mennonite dicirikan oleh pasifisme, dan mereka ini adalah orang-orang yang tekun, produktif dan biasanya hidup berkoloni.


IV. TEOLOGI MENNONITE DAN TEOLOGI PARA REFORMATOR

A. Pendahuluan. Pada pokok-pokok pengajaran yang penting dalam Kekristenan, baik kaum Mennonite maupun Reformasi sepakat. Mereka meyakini Trinitas, ketuhanan Yesus, pendamaian, otoritas Alkitab dan kedatangan kembali Tuhan Yesus. Kaum Mennonite biasanya bukan teolog-teolog, dan tidak berminat menyusun pengakuan-pengakuan iman maupun buku-buku dogmatika. Meskipun mereka telah menuliskan pokok keyakinan mereka salah satunya dalam Pengakuan Iman Schleitheim (1527).

B. Gereja dan Negara. Mennonite bereaksi keras dengan hubungan yang dekat antara gereja dan negara yang terjadi dalam wilayah-wilayah Katolik maupun Protestan. Dalam gereja Protestan, massa akan turut saja bilamana dewan kotanya atau penguasa tertinggi kota itu bergabung dengan Reformasi. Oleh sebab kebanyakan anggota gereja adalah juga anggota negara, maka ikatan antara gereja dan negara sedemikian besar. Dalam banyak kasus, meskipun para reformator menjauhkan aspek-aspek eksternal dari ritual Gereja Katolik Roma, kehidupan pribadi dari umat sesungguhnya belum tersentuh. Juga, banyak yang menggunakan ajaran pembenaran oleh iman sebagai “katebelece” atau dasar alasan bagi tindakan-tindakan dosa dan amoral. Kaum Anabaptis-Mennonite menuntut perpisahan total antara gereja dan negara, demi kemurnian gereja serta untuk menyuarakan seruan kenabian kepada negara; konsekuensinya, gereja harus siap dengan penolakan bahkan penganiayaan dari negara. Kaum Mennonite sungguh-sungguh pasifis, menentang segala urusan kemiliteran, tidak mengangkat sumpah dan tidak menduduki posisi-posisi pemerintahan.

C. Kebebasan Nurani. Oleh karena doktrin pemisahan gereja dan negara di atas, maka kaum Mennonite mendorong kebebasan beragama dan berdirinya “gereja merdeka.” Mereka melawan kemapanan iman, dan meyakini bahwa menganiaya orang lain itu sama sekali tidak dibenarkan. Mereka mengajarkan bahwa seseorang sungguh-sungguh merdeka untuk percaya menurut hati nurani, walaupun ia mungkin saja salah dalam mengambil keputusan. Mereka memandang bahwa di kalangan Reformasi seseorang bebas sejauh mereka setuju dengan reformator di kota itu. Sederhananya, tidak ada atau sedikit saja kebebasan di bawah para reformator.

D. Kemurnian Gereja. Orang-orang Mennonite percaya bahwa gereja yang kelihatan, sedapat mungkin beranggotakan orang-orang yang telah lahir baru, dan sudah dibaptiskan. Bagi mereka, gereja bukanlah suatu institusi yang bercirikan baik kelihatan maupun tidak kelihatan, seperti yang dipikirkan oleh para reformator. Gereja adalah persekutuan jemaat lokal. Mereka percaya pada “keanggotaan suka rela”—yaitu bahwa seseorang masuk ke dalam gereja oleh sebab ia percaya dirinya sudah diselamatkan; bukan dilahirkan kembali supaya menjadi bagian gereja Tuhan. Sering kali para reformator menyatakan bahwa cukuplah menarik diri dari Gereja Katolik, tetapi kaum Anabaptis-Mennonite menuntut bahwa seseorang harus tahu dirinya sudah diselamatkan sebelum memasuki gereja yang kelihatan, gereja lokal.

Gereja Mennonite percaya “pengucilan,” sebagai hak gereja untuk mendisiplin anggota-anggotanya. Seorang Kristen bergabung dengan gereja oleh karena pilihannya sendiri dan dengan suka rela menempatkan dirinya di bawah pengaturan gereja tersebut.

E. Baptisan Orang Percaya. Kaum Anabaptis-Mennonite tidak fleksibel dalam hal ini. Mereka menentang baptisan bayi dan menyatakannya tidak alkitabiah, serta mengemukakan alasan mendasarnya yaitu bahwa banyak orang di dalam gereja Katolik Roma dan Reformasi belum sungguh-sungguh diselamatkan.

F. Modus Baptisan. Kaum Mennonite semula tidak mempermasalahkan cara baptisan. Pada permulaan berdirinya, banyak gereja Mennonite yang mempraktikkan baptis percik (tuang) selama bertahun-tahun sebelum beberapa kalangan sampai kepada pemahaman bahwa cara baptis yang benar dalam Perjanjian Baru adalah diselam. Para pendahulu juga mengizinkan orang Kristen membaptiskan orang Kristen lainnya, bila keadaannya tidak memungkinkan untuk mengundang seorang imam tertahbis.

G. Kaum Milenialis. Sejumlah besar pemeluk Anabaptis-Mennonite percaya kedatangan Kristus premilenial, yaitu bahwa Kristus akan mendirikan suatu kerajaan di atas bumi ini untuk masa 1000 tahun. Sejumlah kecil sangat fanatik dengan nubuatan ini dan telah mencoreng gerakan Anabaptis secara keseluruhan (mis. Thomas Muentzer). Kaum Anabaptis bertentangan dengan para reformator yang kebanyakan memegang paham amilenialis. Mungkin kaum Anabaptis adalah satu-satunya kelompok yang menanti-nantikan kehadiran Kristus kembali dalam jangka waktu tidak lama lagi.

H. Pemisahan dari Dunia. Kaum Anabaptis-Mennonite menekankan kekudusan hidup dan perlunya untuk menjaga hidup yang tak bercela di dalam dunia. Pada banyak hal, keyakinan ini melahirkan legalisme dan menyebabkan pengucilan kelompok-kelompok tertentu, tetapi mereka juga melawan keduniawian di dalam gereja lokal. Mereka memegang teguh upaya untuk tidak serupa dengan dunia dalam adat istiadat, berpikir dan kebiasaan di dunia. Orang-orang Mennonite tidak memiliki minat untuk membangun suatu kebudayaan atau wawasan dunia dari sudut teologi Mennonite.

I. Teologi Kehendak Bebas. Meskipun cukup sulit untuk mengklasifikasikan semua orang Anabaptis, sejumlah besar dari mereka meyakini semacam teologi kehendak bebas, yang bertolak belakang dengan para reformator yang dengan kuat meyakini kedaulatan Allah dalam pemilihan anugerah dan predestinasi.

J. Perjamuan Tuhan. Tidak seperti para reformator, kaum Anabaptis-Mennonite memandang bahwa Perjamuan Tuhan sekadar merupakan suatu peringatan mengenai kesengsaraan Kristus, dan Kristus tidak hadir dalam elemen perjamuan.

K. Penginjilan. Kaum Anabaptis-Mennonite dengan bersemangat tinggi mewartakan Amanat Agung dan berminat dalam kegiatan-kegiatan misi. Karena itu tidak mengherankan, banyak misiolog dunia pada zaman sekarang ini yang berlatar belakang Mennonite.

L. Pemuridan. Pemuridan adalah pokok penting dalam tata kehidupan etik Mennonite. Mereka melancarkan kritik kepada para pengikut reformator yang memegang doktrin kesalehan, namun hidup dalam kefasikan. Seorang Kristen yang sejati harus "tunduk-patuh" (Gelassenheit) kepada ajaran Kristus seperti tercermin dalam Khotbah di Bukit.

M. Pola Pembaruan. Kaum Anabaptis-Mennonite merasa, adalah mustahil untuk memperbarui Gereja Katolik Roma, dan kemudian mengemukakan pendapat bahwa seseorang takkan mungkin dapat meletakkan satu kehidupan di dalam organisasi yang sudah kehilangan nyawa. Mereka menghendaki adanya satu gereja baru, yang sungguh-sungguh berpijak kepada Perjanjian Baru.


V. KERAJAAN MUNSTER

A. Satu episode tragis dalam seluruh sejarah Gereja Kristen adalah upaya beberapa orang radikal untuk mendirikan satu Kerajaan Anabaptis di Munster, di Westphalia, Jerman.

B. Melchior Hoffman, seorang yang sangat radikal dan percaya kepada nubuatan, memprediksikan bahwa Kristus akan datang kembali pada tahun 1533. Hoffman ditentang oleh para reformator dan juga kaum Anabaptis Swiss, tetapi begitu banyak orang di Belanda yang mengikuti ajarannya, termasuk Jan Matthys. Hoffman lalu dipenjarakan di Strassbourg, dan akhirnya meninggal di sana.

C. Matthys mendeklarasikan bahwa ia adalah sang nabi Henokh, yang Hoffman katakan akan muncul sebelum kedatangan kembali Kristus. Pada tahun 1533 para pengikut Matthys menobatkan diri mereka tuan-tuan atas kota Munster, dan Matthys segera mengambil langkah. Ia memproklamirkan bahwa Munster akan segera menjadi Yerusalem Baru dengan pola masyarakat sosialis (semua milik bersama) dan tanpa hukum.

Orang-orang ini mengkhotbahkan milenialisme yang liar, dan menekankan bahwa hari murka Tuhan akan segera tertumpah dan bahwa orang-orang kudus akan menguasai dunia.

D. Segera kemudian Munster dijaga ketat oleh pasukan Katolik dan Lutheran. Setelah memberi waktu orang-orang lain untuk meninggalkan kota Munster, kaum Munsteris lalu membunuhi orang-orang yang dicurigai tidak bersimpati dengan mereka. Matthys terbunuh dalam peperangan pada April 1534, dan setelah itu Yohanes dari Leyden mengambil alih. Ia memperkenalkan praktik hidup poligami, dan di musim gugur 1534 ia menobatkan dirinya sebagai raja.

E. Munster dikuasai selama lebih dari satu tahun sedangkan kaum Anabaptis yang radikal ini sangat gigih. Namun sengsara mereka kemudian tak terbilang! Pada 24 Juni 1536, kota tersebut direbut kembali. Pembunuhan masal terjadilah, dan para pemimpin gerakan Munster itu dianiaya dengan kejam.

F. Munster adalah “noda hitam” dalam sejarah Anabaptis, akan tetapi kebanyakan kaum Anabaptis-Mennonite bukan seradikal itu. Banyak dari mereka yang sungguh-sungguh menjadi orang Kristen yang saleh.


VI. PENGANIAYAAN KAUM ANABAPTIS

A. Meski penderitaan itu kadang bersumber dari kefanatikan sempit dari orang-orang Anabaptis sendiri, penganiayaan lain nampaknya oleh sebab mereka memegang teguh keyakinan atas Alkitab. Cara pandang mereka akan doktrin, politik dan sosial dipandang janggal dan aneh baik oleh Katolik dan Lutheran.

B. Orang-orang Anabaptis dibantai, ditenggelamkan dan dibakar hidup-hidup, didera dan disiksa dengan cara-cara penyiksaan yang berlaku pada zaman itu untuk kriminalitas karena menolak membayar persepuluhan, menolak hadir dalam gereja, menolak larangan untuk melakukan kelompok belajar Alkitab di rumah-rumah, menolak larangan untuk berkhotbah, serta kesalahan-kesalahan lain sehubungan dengan gereja-negara. Beribu-ribu orang Anabaptis dibunuh.

C. Orang-orang Anabaptis paling banyak dibantai oleh Gereja Katolik Roma. Banyak dari antara mereka ditenggelamkan oleh sebab keyakinan mereka sendiri bahwa baptisan dilakukan dengan cara diselam. Orang-orang Lutheran juga banyak membunuhi orang-orang Anabaptis dengan satu atau lain cara. Yohanes Calvin juga, walaupun tidak memerintahkan pembunuhan atas mereka, setuju dengan tindakan pembunuhan itu.


VII. KONTRIBUSI ANABAPTIS-MENNONITE

A. Anabaptis-Mennonite menyerukan kebebasan beragama pada zaman orang Katolik dan Protestan kurang menghargai pentingnya menyatakan kemerdekaan hati nurani. Kaum Anabaptis meninggalkan jejak kebebasan religius di dalam dunia.

B. Anabaptis-Mennonite menekankan kemurnian gereja lokal. Gereja sebagai persekutuan pengikut Kristus harus dapat dilihat bedanya dari dunia. Gereja haruslah beranggotakan orang-orang percaya saja. Namun harus diakui, pada akhirnya banyak pula kalangan Mennonite yang sadar bahwa gereja yang kelihatan juga beranggotakan orang-orang belum jelas keselamatan mereka.

C. Anabaptis-Mennonite merupakan gerakan yang sangat aktif dalam karya-karya penginjilan. Baik dalam dukungan material maupun pelatihan-pelatihan misionaris banyak muncul dari kalangan mereka.

D. Anabaptis-Mennonite juga aktif dalam upaya-upaya perdamaian dan karya-karya sosial-kemanusiaan.


(leNin_Nov0706)

[1]Lihat Nindyo Sasongko, “Restitusi Kontra Reformasi?: Reformasi Zürich dan Kelahiran si Anak Tiri,” Veritas 5/2 (Oktober 2004) 213-223.
[2]Howard J. Loewen, “The Mennonite Tradition: An Interpretation for International Catholic-Mennonite Dialogue: Toward the Healing of Memories,” (makalah dalam The Catholic-Mennonite Consultation, Strassbourg, 14-18 Oktober 1998).
[3]C. Arnold Snyder, Anabaptist History and Theology (edisi revisi; Kitchener: Pandora; Scottdale: Herald, 1995).

No comments: